Ketulusan Untuk Berjalan Bersama

Kardinal Ignatius Suharyo
gerejapaskalis.or.id-Misa Minggu (9/10) menjadi puncak acara perayaan syukur ke 70 gereja St. Paskalis Cempaka Putih. Suasana semarak tampak dalam liturgi yang meriah. Pasdior memilih lagu-lagu bagus yang mana Mars St. Paskalis menjadi lagu pamungkas. Perarakan menuju altar sebelum misa diawali dengan tarian yang dibawakan oleh Bapak Iemawan Nur Pramadi mewakili umat lansia. Sementara, tarian persiapan persembahan dibawakan oleh Via, Gita, MJ, Agatha mewakili OMK.
Dalam rangkaian perayaan syukur tersebut Kardinal Suharyo berkenan memberkati patung St. Paskalis Baylon dan Ruang Adorasi didampingi oleh Rm. Jimmy OFM. Taman Fioreti dan pagar yang baru saja selesai direnovasi juga turut diberkati oleh Romo Ferry OFM dan Romo Sulaiman OFM. Hadir dalam Misa itu kira-kira satu orang Diakon dan tujuh belas orang Pastor sebagai konseleberan dan ratusan umat yang memenuhi Gereja dan aula Gedung Karya Pastoral (GKP).
Homili Bapak Kardinal Suharyo menjadi refleksi bagi umat gereja paskalis. Bapak Kardinal mengajak umat untuk bersyukur kepada Allah yang telah mengutus umat yang rela terlibat dalam berbagai karya di paroki sejak awal sampai pada usia 70 tahun. Bapak Kardinal juga berharap agar umat paskalis tulus dalam berjalan bersama seperti dalam bacaan injil, untuk Kembali kepada Yesus. Meskipun sepuluh orang kusta dalam bacaan injil tersebut hanya satu yang kembali kepada Yesus.
Selesai Misa, Romo Paroki, Romo Jimmy, Romo Ferry dan Romo Sulaiman, mengundang Bapak Kardinal beserta tamu undangan untuk santap siang bersama di ruang St. Fransiskus Assisi, aula GKP.
HOMILI MGR. KARDINAL IGNATIUS SUHARYO
Para ibu dan bapak, para suster, bruder, frater, kaum muda, remaja dan anak – anak yang terkasih umat Paroki Cempaka Putih yang berbahagia. Mewakili Keuskupan Agung Jakarta pertama – tama saya ingin mengucapkan selamat mensyukuri HUT yang ke 70 paroki Cempaka Putih ini. Kita bersyukur kepada Tuhan yang selalu mendampingi kita umat paroki bertumbuh sejak awal sampai sekarang.
Kita bersyukur kepada Tuhan, yang selalu mengutus pribadi – pribadi yang rela terlibat di dalam karya pelayanan kepemimpinan diparoki ini sejak awal sampai sekarang. Kita kenang saudari dan saudara kita itu yang sudah mendahului kita, kita percaya bahwa saudari – saudara yang sudah mendahului kita menjadi pendoa bagi kita khususnya umat di paroki Cempaka Putih ini. Tentu kita juga harus berterima kasih kepada ordo Santo Fransiskus yang selalu mengutus anggota – anggota nya untuk melayani umat di paroki ini.
Terima kasih kepada seluruh umat yang dengan satu dan lain cara ikut terus terlibat aktif, ikut merawat dan mengembangkan paroki ini sehingga menjadi seperti sekarang ini. kita semua berharap, semoga penataan lingkup paroki ini membantu umat di paroki untuk semakin mudah mengalami kehadiran dan kebaikan Tuhan yang selalu memperhatikan kita. Saya yakin di dalam rangka menyambut dan mensyukuri ulang tahun yang ke 70 ini sudah banyak hal yang dilakukan, direnungkan, di jalankan dan mungkin juga direncanakan kedepan. Meskipun demikian, saya masih ingin menawarkan satu dua renungan kecil, moga – moga dapat meneguhkan semua yang sudah dilakukan sampai sekarang.
Saudari – saudaraku yang terkasih, ulang tahun yang ke 70 ini kita sambut, kita rayakan di dalam rangka dinamika seluruh gereja yang mempersiapkan diri menuju yang disebut sinode tahun 2023 setiap paroki di seluruh dunia, termasuk di Keuskupan Agung Jakarta dan di paroki Cempaka Putih ini ikut di dalam dinamika itu. Itulah sebabnya di setiap gereja, di Keuskupan Agung Jakarta ada banner yang menunjukkan itu. Ada di sana, itulah cita – cita gereja kedepan menuju gereja sinodal artinya menuju gereja yang berjalan bersama – sama : Persekutuan, Keterlibatan, Misi.
Pertanyaannya adalah berjalan bersama itu istimewanya apa?
Kelihatannya sederhana tetapi sebetulnya di dalam gereja Katolik, gereja kita diharapkan terjadi suatu perubahan, pembaharuan yang sangat mendasar. Kalau di rumuskan secara sederhana, dari gereja yang mengajar menuju gereja yang berjalan bersama – sama. Sangat berbeda, tidak mudah. Tetapi itulah cita – cita kita gereja katolik di seluruh dunia.
Pertanyaan berikutnya adalah apa artinya berjalan bersama -sama?
Berjalan bersama – sama ada macam – macam warnanya. Kalau kita membaca, mendengarkan injil yang tadi kita di bacakan, disini sepuluh orang kusta itu juga berjalan bersama – sama mencari Yesus dan tampaknya istimewa. Karena apa? Karena pihak – pihak yang sebetulnya berselisih itu berjalan bersama – sama, orang Yahudi dan orang Samaria yang itu, bukan kawan. Itu musuh, tetapi mereka berjalan bersama – sama.
Apakah berjalan bersama – sama seperti itu yang diharapkan?
Rupa – rupanya bukan, karena akhir kisah itu menunjukkan bahwa berjalan bersama – sama mereka itu tidak tulus. Yang kembali kepada Yesus untuk bersyukur dan memuliakan Tuhan hanya satu, yang sembilan rupanya mempunyai kepentingan tersembunyi sehingga mereka mau berjalan bersama. Mungkin bukan karena salah mereka sendiri tetapi karena struktur agama pada waktu itu tidak memungkinkan mereka kembali bersyukur kepada Tuhan. Karena apa? Dihambat oleh para imam. Pasti bukan imam Keuskupan Agung Jakarta yang menghambat itu.
Lalu model seperti apa yang diharapkan, menjadi model kita untuk berjalan bersama – sama?
Kita ingat dua murid Emaus kisahnya sangat terkenal, yang berjalan kembali ke Emaus sesudah sekian lama mencoba mengikuti Yesus, gagal. Yesus mati.
Apakah berjalan bersama seperti itu yang kita bayangkan?
Tidak. Karena kedua murid Emaus itu meskipun berjalan bersama – sama, dikatakan didalam Kitab Suci mereka bertukar pikiran, itu bahasa halus untuk mengatakan bahwa mereka itu sebetulnya saling menyalahkan. Karena apa? karena mereka kecewa. Mau ikut Yesus berharap macam – macam akhirnya kecewa. Maka saling menyalahkan, kenapa kamu dulu ajak saya ikut Yesus? jadinya begini. Itulah artinya bertukar pikiran.
Nah ketika orang saling menyalahkan, tidak tampil dengan gembira pasti di katakan dalam injil, wajah mereka muram. Orang kecewa, bertengkar, tidak mungkin dengan tertawa – tertawa, muka mereka muram. Baru kemudian ketika Yesus datang kepada mereka dan berjalan bersama – sama mereka, perjalanan bersama itu berubah. Wajah kedua murid yang semulanya muram berubah, hati mereka berkobar – kobar. Inilah berjalan bersama.
Maka kalau gereja bercita – cita untuk berjalan bersama, menuju gereja yang berjalan bersama. Berjalan bersama belum titik, masih koma. Berjalan bersama – sama, bersama – sama dengan Yesus, sehingga berjalan bersama dua murid Emaus yang semula wajahnya muram berubah menjadi wajah yang berkobar – kobar.
Buahnya apa?
Ketika mereka berubah, berjalan bersama – sama Yesus, hati mereka berkobar – kobar. Mereka tidak jadi pulang kampung ke Emaus, ga jadi. Mereka kembali ke Yerusalem, kemana? menjumpai para murid yang lain. Jadi kan rumusannya berjalan bersama – sama: persekutuan. Ketika mereka mengalami jalan bersama Yesus, mereka kembali ke Yerusalem, berjumpa dengan murid – murid yang lain dan terjadilah persekutuan.
Ketika persekutuan itu terbentuk, berkembanglah keterlibatan. Kalau keterlibatan itu bertambah kuat, persekutuannya juga bertambah kuat dan kalau demikian terus – menerus, yang terjadi dengan sendirinya adalah misi perutusan, kesaksian di Yerusalem. Kedua murid itu mendengar murid – murid yang lain mengatakan Tuhan sudah bangkit. Ia telah menampakkan diri kepada Simon lalu dua murid Emaus ganti bersaksi, ganti bermisi, menceritakan kepada murid yang lain itu apa yang mereka alami di dalam berjalan bersama – sama.
Saudari dan saudaraku yang terkasih, semoga perjalanan paroki cempaka putih, umat gereja Santo Paskalis mengikuti dinamika ini. Tidak berenti pada tahun 2023 tetapi terus berjalan bersama – sama membangun persekutuan, menumbuhkan keterlibatan dan dengan demikian menjalankan misi perutusan menjadi saksi.
Mengakhiri renungan ini saya ingin menceritakan satu pengalaman, bahwa berjalan bersama – sama dapat menjadi kesaksian yang sangat menyentuh hati. Ceritanya begini, sekian tahun yang lalu saya mengunjungi salah satu paroki yang sedang mengadakan ujian baptis untuk para calon baptis, salah seorang yang ingin di baptis adalah seorang yang sudah senior, seorang bapak usia sekitar 70 tahun. Romo yang menguji itu bertanya begini “ini ujian baptis bapak, kenapa bapak ingin dibaptis kedalam gereja katolik?” seandainya bapak tadi menjawab karena saya percaya pada Yesus Kristus Juru Selamat Dunia pasti lulus, 100 nilainya.
Tetapi jawaban bapak tadi apa?
“Romo, saya ingin di baptis kedalam gereja Katolik karena saya senang sekali melihat orang Katolik pulang dari gereja.”
Coba para katekis apakah ada, dikatekiskus tanya jawab seperti itu? Tidak ada. Jawaban itu tulus.
Ketika ditanya lebih lanjut “kenapa bapak senang sekali melihat orang Katolik pulang dari gereja?”
Jawabannya juga sederhana “itu loh romo, kelihatannya rukun – rukun. baru kelihatannya, apa lagi kalo rukun sungguh – sungguh”
“Rukunnya bagaimana?” ditanya terus.
“Itu romo, kalo pulang dari gereja Katolik, bapak, ibu, anak, kadang – kadang cucu. Pulang bersama – sama”
Kita tidak pernah memikirkan bahwa kalau kita masuk ke gereja bersama – sama keluarga, pulang dari gereja bersama keluarga akan menarik perhatian orang. Ternyata sekurang – kurangnya di dalam hal ini, kepulangan kita dari gereja bersama dengan keluarga menyentuh hati bapak itu. Rupa – rupanya bapak itu berasal dari lingkungan komunitas iman yang tidak memungkinkan bapak, ibu, anak, pulang dari tempat ibadah bersama – sama. Maka ketika melihat bapak, ibu, anak dan mungkin saudara, cucu pulang dari gereja bersama – sama hatinya tersentuh dan mulai bertanya apa yang membuat mereka bisa kelihatan rukun seperti itu? Itulah kesaksian yang dapat kita berikan didalam kehidupan sehari – hari, sangat sederhana. Konsepnya besar; berjalan bersama – sama menuju persekutuan, keterlibatan misi. Tetapi prakteknya bisa sesederhana itu.
Marilah penyertaan Tuhan kita syukuri, dan kita mohon supaya hati kita dibuat lapang memberi tempat kepada Yesus, kepada keluarga kita agar keluarga kita bisa berjalan bersama. Kepada komunitas kita, supaya komunitas kita bisa berjalan bersama – sama Yesus dan kepada paroki kita. Tuhan memberkati (Adel)