Melalui Kamis Putih, Yesus Mengajarkan Rendah Hati

Jakarta, Komsos St. Paskalis — Perayaan Ekaristi Kamis Putih di Gereja Santo Paskalis berlangsung khidmat dan tertib pada Kamis (17/4/25). Ekaristi dilaksanakan dua kali, yakni pukul

17.00 dan 20.00 WIB, dan dihadiri oleh ribuan umat.

Perayaan ini menandai dimulainya Tri Hari Suci menjelang Paskah, yang diawali dengan mengenang Perjamuan Terakhir Yesus bersama para murid. Misa dipimpin oleh Romo Thomas Ferry Suharto, OFM, dan dilaksanakan dengan mengikuti tata liturgi Kamis Putih secara penuh.

Misa Kamis Putih menjadi awal dari puncak perayaan iman Katolik yang akan berlanjut dengan peringatan Jumat Agung dan Vigili Paskah.

Selaras dengan yang disampaikan oleh Romo Ferry dalam homilinya menyatakan bahwa perayaan Tri Hari Paskah adalah perayaan yang saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. Perayaan perjamuan terakhir dalam Ekaristi Kamis Putih diwujudkan Yesus pada Jumat Agung dan buahnya akan diterima pada Malam Paskah dan Minggu Paskah dalam kebangkitan.

“Dalam ArDas KAJ 2025 kita diajak untuk peduli secara lebih kepada saudara-saudari kita yang miskin, lemah, tersingkir, dan berkebutuhan khusus,” ungkap Romo Ferry.

Salah satu momen penting dalam misa adalah ritus pembasuhan kaki yang dilakukan oleh imam kepada dua belas perwakilan umat. Ritus tersebut menjadi simbol pelayanan dan kerendahan hati, sebagaimana dicontohkan oleh Yesus.

 

 

Gereja Santo Paskalis memilih dua belas perwakilan umat yang berperan sebagai murid Yesus dari berbagai kalangan usia. Terdapat dua perwakilan Orang Muda Katolik (OMK) yang terlibat yaitu Stevanus Deseli Zebua dan Lydia.

Kesempatan tersebut menjadi pengalaman tak terlupakan bagi mereka. Pengalaman ini menjadi yang pertama bagi mereka untuk mengambil peran sebagai murid Yesus. Menurut Lydia, dirinya sempat merasa gugup ketika kakinya dibasuh oleh Romo Ferry dan hanya mampu menuturkan doa dalam hati. Hal serupa juga dirasakan oleh Stevanus.

“Ketika dibasuh sama Romo aku sedikit tutup mata karena ada rasa tidak tega, rasa iba, dan ingin menangis. Karena aku sadar aku bukan siapa-siapa mengapa dibasuh,” tutur Stevanus.

Selain itu, Stevanus memaknai pembasuhan kaki ini untuk merendahkan hati agar dapat saling membantu orang lain seperti yang diajarkan oleh Yesus Kristus.

 

 

Setelah liturgi Ekaristi, Sakramen Mahakudus diarak ke repositori sebagai bentuk penghormatan, dan umat diajak untuk berjaga dalam adorasi pribadi. Suasana hening dan doa terasa sepanjang malam, seiring umat merenungkan sengsara Kristus di Taman Getsemani.

Seluruh rangkaian misa berjalan lancar berkat dukungan tim liturgi, termasuk lektor, pemazmur, misdinar, prodiakon, dan koor. Kehadiran umat yang cukup padat tetap tertib dan tertata sesuai arahan petugas.

 

Penulis: Leticia Budiharso, Anggota Komsos Santo Paskalis

 

 

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *