Memilih Yang Baik dan Benar Sesuai Tuntunan Roh Kudus
gerejapaskalis.or.id – Menyambut 101 Tahun Kelahiran Legio Maria (2022), Dewan Senatus Bejana Rohani mengadakan Misa Tahunan Senatus (MTS). Adapun Misa Tahunan Senatus Bejana Rohani Jakarta diselenggarakan di Gereja St. Andreas Paroki Kedoya Jakarta Barat, Minggu (18/9). Misa Tahunan diselenggarakan setiap tahun untuk memperingati hari lahir Legio Maria yang jatuh setiap 7 September dan perayaan hari lahir Santa Maria pada 8 November. Hadir dalam acara itu, para legioner dari Kuria Mater Christi-paroki Cempaka Putih.
Mgr. Ignatius Kardinal Suharyo Pr, Bapak Keuskupan Agung Jakarta berkenan menjadi Selebran utama perayaan Ekaristi ini bersama para Imam pemimpin Komisium, Kuria dari seluruh wilayah pelayanan Senatus Bejana Rohani. Bapak Uskup didampingi RD Antonius Didit Soepartono (Pemimpin Rohani Dewan Senatus Bejana Rohani Jakarta) dan RP Celcius Mayabubun MSC (Pastor Paroki Kedoya). Hadir pula sekitar dua ribu-an legioner dan partisipan umat secara langsung dalam Misa yang disiarkan live streaming dari kanal youtube Gereja St. Andreas – Paroki Kedoya.
Misa dimulai pukul 13.00 yang diawali dengan doa Tessera dan Rosario. Dalam Misa tersebut, Bapak Uskup Kardinal Suharyo mengajak para legioner meneladan Bunda Maria untuk memilih bukan yang gampang dan menyenangkan, bukan atas pertimbangan sendiri. Namun, terutama, memilih yang baik dan benar sesuai dengan kehendak Allah dalam tuntunan Roh Kudus.
Usai Misa, umat dipersilahkan langsung meninggalkan gereja karena akan digunakan untuk Misa selanjutnya. link misa tahunan dapat diakses pada link https://www.youtube.com/watch?v=EveilcCW5Ow
Kutipan Homili Mgr. Kardinal Suharyo
Saudari-saudaraku yang terkasih dalam Kristus.
Kita perlu merawat dan mengembangkan semangat dan antusiasme kita sebagai Legioner. Sudah lama kita tidak berjumpa di dalam keadaan seperti ini dan, sebetulnya, saya merasa tidak usah mengatakan apa-apa. Tidak usah menyampaikan homili atau khotbah karena apa? Karena saya merasakan suasana perjumpaan, suasana ekaristi pada hari ini, sungguh-sungguh sangat agung sangat meriah. Jadi, saya katakan silahkan merawat dan mengembangkan antusiasme. mengembangkan semangat seperti ini dalam keluarga besar regio lalu kita lanjutkan dengan persiapan persembahan.
Namun, saya ingin menyampaikan satu hal renungan. Berulangkali saya sampaikan bukan karena saya tidak mempunyai bahan lain, sehingga mengulang-ulang. Tetapi karena saya yakin bahwa ini penting sehingga harus diulang-ulang terus dengan cara yang berbeda-beda. Kalimat terakhir dari Injil yang tadi dibacakan berbunyi begini: “Kamu tidak dapat mengabdi kepada Allah dan kepada mamon (Mat. 6:24).” Apa pentingnya kalimat ini? Kalau kita sungguh-sungguh menjadi pribadi yang mengabdi Allah. Itulah hakikat jati diri manusia kristiani sesuai dengan panggilannya, mengabdi Allah. Kalau mengabdi mamon itu artinya merendahkan martabat sendiri. Memakai bahasa Keuskupan Agung Jakarta, menghormati martabat manusia.
Dalam kata-kata Santo Ignatius dari Loyola, mengabdi Allah itu dirumuskan di dalam latihan rohani bagian asas dan dasar. Yang paling penting dikatakan begini, manusia itu diciptakan untuk memuji, memuliakan, dan mengabdi Allah. Yang lain-lain adalah sarana yang dapat membantu manusia untuk berjalan lurus sesuai dengan maksud Tuhan menciptakan. Itu latihan rohani.
Menurut ajaran Gereja yang resmi dikatakan, siapapun kita dalam status apapun kita, kita semua dipanggil dengan panggilan yang sama, yaitu ada tiga kata yang berbeda yang dipakai: yang pertama adalah menuju kesempurnaan kasih; Yang kedua, menuju kesempurnaan kesucian; dan yang ketiga, menuju kesempurnaan Kristiani. Tiga kata berbeda-beda maksudnya sama, itulah panggilan kita. Di dalam Injil, istilahnya adalah mengabdi kepada Allah.
Saudari saudaraku yang terkasih,
kita semua yakin bahwa salah seorang manusia yang sampai kepada titik itu adalah Bunda Maria. Seluruh hidupnya mengabdi Allah. Seluruh hidupnya adalah langkah-langkah kecil berjalan menuju kesempurnaan kasih, kesempurnaan kesucian, kesempurnaan hidup Kristiani. Kita semua tahu kisah Bunda Maria. Yang paling jelas, saya kira, adalah ketika Bunda Maria menerima kabar dari malaikat Tuhan. Saya sengaja tidak mengatakan kabar gembira. Karena bagi Bunda Maria itu sama sekali tidak menggembirakan tetapi membingungkan. Namun, keadaan yang membingungkan itu, dalam keadaan seperti itu, Bunda Maria memilih. Bukan yang gampang. Bukan yang menyenangkan. Bukan atas pertimbangan-pertimbangan sendiri, tetapi, memilih yang baik dan yang benar yang sesuai dengan tuntunan Roh Kudus.
Kalau orang bingung itu, bisa mengambil jalan macam-macam. Namun, Bunda Maria tidak mengambil jalan macam-macam. Ia mengunjungi Elizabeth. Dan dalam perjumpaan itu, kedua pribadi istimewa Itu menemukan jalan panggilannya masing-masing. Maria menjadi Ibu Yesus dan Eisabeth menjadi Ibu Yohanes. Dan begitu seterusnya, kita pun sebagai pengikut-pengikut Bunda Maria diajak untuk menanggapi panggilan mengabdi kepada Allah dan bertumbuh menuju kesempurnaan kasih, kesempurnaan hidup Kristiani, kesempurnaan kesucian.
Kita diminta memilih yang baik dan yang benar, bukan memilih yang gampang dan yang menyenangkan saja. Kita perlu memberi tempat pada Roh Kudus untuk ikut membimbing hidup kita sehingga keputusan-keputusan kita tidak kita ambil hanya dengan pertimbangan-pertimbangan kita sendiri. Contohnya apa? saya ingin menceritakan lagi contoh-contoh yang diberikan oleh Paus Fransiskus sebagai jalan-jalan kecil, setia pada hal kecil. Sebagai jalan jalan kecil untuk menuju kesempurnaan kasih untuk menjadikan diri kita pengabdi Allah, Paus memberikan contoh seorang ibu. Jadi, bapak-bapak, dan Suster dan Bruder, jangan iri. Silahkan mencari contoh sendiri-sendiri nanti.
Contohnya begini. Seorang ibu pergi berbelanja di tempat belanja. Dia bertemu dengan tetangganya. Mulailah pembicaraan yang seru antara dua sahabat. Sampailah mereka pada satu titik, cerita gosip. Gosip itu bicara jelek tentang orang lain. Ya, bicara jelek tentang orang lain itu kan menyenangkan dan gampang. Namun Ibu itu memilih berkata tidak. Saya tidak ingin bicara jelek tentang orang lain. Itulah pilihan.
Pilihan ini, kata Sri Paus, satu langkah maju menuju kesempurnaan kasih menjadi pribadi pengabdi Tuhan.
Ketika dia pulang ke rumah dan sudah lelah tetapi salah seorang putranya minta waktu untuk berbicara mengenai harapan-harapannya. Meskipun lelah, ibu itu duduk dan mendengarkan dengan penuh perhatian apa yang ingin disampaikan oleh putranya. Itulah pilihan. Kalau ibu itu memilih yang gampang dan yang menyenangkan, dia akan mengatakan besok ya karena saya sudah lelah. Bukan itu yang dipilih. Yang dipilih adalah mendengarkan, kendati lelah, anaknya yang ingin bercerita mau didengarkan.
Paus mengatakan satu tangga naik lagi menuju kesempurnaan kasih menjadi pribadi pengabdi Allah.
Kali berikut, ibu itu merasa cemas. Di dalam kecemasan itu, ia ingat akan Bunda Maria penolong Abadi. Ia mengambil Rosario dan berdoa mohon kekuatan dari Bunda Maria penolong Abadi. kalau orang cemas itu kan pilihannya juga macam-macam. Cemas bisa pergi ke mall atau nonton di bioskop. Cemas, hura-hura. Ibu itu tidak. Ia memilih berdoa Rosario. Kalau dilanjutkan mungkin, ia menjadi anggota Legio.
Berikutnya, Ibu itu keluar rumah. Ia melihat seorang pengemis yang berdiri sendirian dan lelah. Ibu itu mendekat. Ia menyapa pengemis itu dengan kata-kata yang bersahabat. Kemudian, ia memberikan sesuatu yang cukup untuk membeli makan pada hari itu. Itulah pilihan.
Paus mengatakan lagi, satu tangga naik lagi menuju kesempurnaan kasih menjadi pribadi pengabdi Allah.
Contoh-contoh seperti itu tersedia di depan kita sehari 24 jam. Kita dapat melakukan hal-hal kecil untuk menunjukkan bahwa kita adalah pengabdi Allah dengan teladan Bunda Maria. Yang salah-salah pilih itu yang diceritakan di dalam Injil sebelum kalimat terakhir itu. Yang salah-salah pilih adalah orang-orang yang dikritik keras oleh Nabi Amos. Mereka menunggu pasaran supaya dapat menipu orang. Mengerikan sekali, zaman Amos tidak jauh berbeda dengan zaman sekarang, yaitu menipu.
Mengakhiri renungan ini saya ingin menceritakan satu hal kisah mengenai salah pilih yang menghancurkan. Bisa terjadi kepada siapapun juga.
Kalau kita pergi ke Candi Mendut di daerah Magelang Jawa Tengah. Di sana ada satu batu relief gambar burung yang berkepala dua. Bila mencari sendiri pasti tidak ketemu, harus bertanya kepada penunggunya. Bukan penunggu yang tidak kelihatan, tetapi penunggu yang kelihatan. Ada cerita. Makhluk yang aneh itu sering mencari makan bersama-sama. Dan setiap kali kepala yang di atas makan makanan yang enak-enak, sementara kepala yang di bawah dapat sisa-sisa. Begitu lama sampai akhirnya kepala yang di bawah ini jengkel juga. Ketika mereka mencari makan, kepala yang di bawah berkata begini: “Kawan, saya ini kadang-kadang juga mau diberi bagian yang enak, jangan dimakan sendiri.” Kepala yang di atas menjawab, “Begini, kita ini kan satu tubuh. Jadi, yang saya makan juga untuk kamu.” Kepala yang di bawah mengalah. Kali berikutnya, kepala yang di bawah mengatakan hal yang sama. Namun, jawaban yang diberikan kepala yang di atas tetap sama: “Yang saya makan kan untuk kita semua jadi ya sudah saya cari makan yang enak kamu ya yang seperti itu saja.” Akhirnya, kepala yang dibawa itu marah. Apa yang dia lakukan? Ia sengaja makan racun. Tamatlah riwayat burung itu. Itu adalah pilihan yang salah.
Karena itu, supaya umat Keuskupan Agung Jakarta tidak memilih yang salah-salah. Saya tawarkan semboyan 3 kata: “Semakin mengasihi, semakin peduli, semakin bersaksi”. Moga-moga berkat teladan Bunda Maria, kita selalu memilih yang baik dan yang benar. Tidak atas pertimbangan-pertimbangan kita sendiri tetapi dengan mendengarkan suara Tuhan. Saya yakin, kalau itu terjadi di dalam hal-hal yang kecil kita bersama-sama akan bertumbuh menjadi pribadi-pribadi yang semakin bermartabat. Artinya semakin mengasihi, semakin peduli, semakin bersaksi.
Tuhan memberkati
(Papanya Ganesha)