Allah menjadikan, manusia memastikan.
Renungan Hari Minggu Biasa XXVII
Kej 2:18-24; Ibr.2:9-11; Mrk.10:2-16

Allah menjadikan, manusia memastikan.
gerejapaskalis.or.id – Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus Yesus, akhir-akhir ini, dunia kita, negara kita, lingkungan kita, diwarnai oleh beranekaragam persoalan kemanusiaan yang serius. Ada kasus, kemiskinan, pembunuhan, peperangan, perampasan, pemerkosaan, penculikan, perceraiaan dan sebagainnya. Munculnya persoalan-persoalan tersebut, tentunya dilatarbelakangai alasan-alasan tertentu. Akan tetapi, satu hal yang pasti terungkap dengan jelas dari aneka persoalan tersebut adalah hilangnya rasa kasih persaudaraan dengan sesama sebagai manusia, yang diciptakan sama oleh Allah.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus Yesus, bacaan-bacaan suci pada hari ini menceritakan bagaimana Allah sang Pencipta itu, Allah yang kita imani, telah mempersiapkan, mengatur dan menhendaki apa yang menjadi dasar atau inti yang bisa dipegang teguh oleh manusia dalam berelasi dengan sesama dan bahkan juga dengan dalam relasinya dengan ciptaan lain. Dalam berelasi, Sang Pencipta telah merancang secara jelas tetang relasi manusia, yakni kasih persaudaraan. Allah Pencipta menghendaki bahwa manusia hidup dan menghidupi kasih persaudaraan.
Dalam bacaan pertama, kita mendengar bagaimana Allah, dalam kisah penciptaan, tidak menciptakan manusia seorang diri, tetapi Allah menciptakan apa yang sepadan dengan manusia itu. Allah menciptakan seorang manusia yang lain, yang diambil dari tulang rusuknya. Allah juga menciptakan binatang hutan dan segala burung di udara. Kisah penciptaan ini, mengumandangkan bahwa memang sejak diciptakan manusia itu sudah hidup berdampingan, hidup bersaudara, yang penuh dengan damai. Kisah penciptaan menunujukkan hakekat manusia sebagai makhluk sosial, sekaligus membentuk fondasi hidup yakni persaudaraan.
Dalam bacaan kedua, kitab Ibrani menunjukkan bagaimana Yesus, Putera Allah, menyebut semua sebagai saudara. “ Sebab Ia yang menguduskan dan mereka yang dikuduskan, mereka semua berasal dari satu; itulah sebabnya Ia tidak malu menyebut mereka saudara.” Yesus tidak menganggap diri-Nya sebagai pribadi yang lebih tinggi, lebih hebat, lebih besar, meskipun Ia adalah Anak Allah, meskipun Dia itu Tuhan. Bahkan, Yesus sendiri tidak malu menyebut saudara untuk sesama, siapa pun itu, tanpa memandang latar belakangnya. Yesus menyebut saudara karena didasari oleh kasih-Nya yang sama bagi setiap orang. Kasih persaudaraan menjadi penggerak yaang menggerakan Dia untuk tidak malu menyebut semua orang sebagai saudara.
Sedangkan, dalam bacaan injil kita mendengar bagaimana Yesus berbicara tentang hubungan suami istri. “Sebab pada awal dunia Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki meninggalkan ayahnya dan ibunya, dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia”. Yesus sebenarnya hendak mengatakan bahwa pada dasarnya, hubungan antara suami istri itu adalah hubungan yang berdasarkan katan kasih yang mendalam, dan kasih itu mengalir dari kasih Allah sendiri. Karena itu, suatu ikatan yang dilandasi oleh kasih semestinya mencerminkan kasih Allah terhadap umat-Nya. Itulah kehendak Allah yang hendaknya dipegang teguh dan dilakukan oleh setiap orang beriman.
Saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus Yesus, kita adalah orang-orang yang dikuduskan dan dikasihi oleh Tuhan. Karena kita telah dikuduskan oleh Tuhan maka kita telah menjadi saudara-Nya. Dia dalah saudara kita. Karena itu, kita semua adalah saudara, satu darah. Sebagai saudara kita hendaknya saling mengasihi satu sama lain karena kita sudah dikasih oleh Sang Pencipta kita yang adalah satu dan sama. Kasih persaudaran hendaknya menjadi landasan hidup kita, pokok hidup kita dan ciri khas kita. Jika kita memegang teguh kasih persaudaraan dalam keseharian kita, maka hidup kita akan damai dan tenteram, baik di dalam keluarga, suami istri, mau pun dengan siapa saja, termasuk dengan alam ciptaan. Dalam hal ini, kita juga hendaknya mencontohi cara hidup St. Fransiskus Asisi, yang sederhana namun penuh damai dan ketenangan, karena seluruh hidupnya dipenuhi dengan kasih persaudaraan. Ia tidak hanya menganggap semua sebagai saudara, tetapi melakukannya secara nyata sepanjang hidupnya.
Semoga Tuhan memberi kita damai. (Sdr. Theofanus)