Renungan Hari Raya Pentakosta: “Tanggung Jawab Kita Menjaga Bumi Seisinya”
Renungan Hari Minggu – Hari Raya Pentakosta
“Tanggung Jawab Kita Menjaga Bumi Seisinya”
Bacaan I: Kis. 2: 1-11, Bacaan II: Rm. 8: 8-17, Bacaan Injil: Yoh. 14: 15-16,23b-26
SURAT GEMBALA HARI LINGKUNGAN HIDUP SEDUNIA 2022
“TANGGUNG JAWAB KITA MENJAGA BUMI SEISINYA” (Disampaikan sebagai pengganti khotbah, pada Perayaan Ekaristi Hari Sabtu/Minggu, 4/5 Juni 2022) Para Ibu dan Bapak, Suster, Bruder, Frater, Kaum muda, remaja dan anak-anak yang terkasih dalam Kristus
1.Pada tanggal 2-3 Juni yang lalu, banyak perwakilan pemerintahan negaranegara, lembaga-lembaga internasional, lembaga bisnis dan perwakilan masyarakat warga berkumpul di Stockholm, Swedia, memperingati 50 tahun Deklarasi Stockholm tentang lingkungan hidup. Kesempatan itu juga digunakan untuk membicarakan sejauh mana keprihatinan bangsa-bangsa tentang keadaan lingkungan hidup itu sudah ditindak-lanjuti. Konferensi Perserikatan BangsaBangsa (PBB) tentang lingkungan hidup di Stockholm tahun 1972 itulah yang menjadi dasar tanggal 5 Juni dinyatakan sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia, hari penting agar umat manusia terus diingatkan untuk memelihara bumi sebagai rumah bersama.
2. Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia di Stockholm itu mengambil tema “Planet yang sehat demi kesejahteraan bersama – tanggungjawab dan kesempatan kita.” Dibicarakan tiga masalah lingkungan hidup yang mendesak untuk diperhatikan dewasa ini, yaitu : pemanasan global dan perubahan iklim, kehancuran alam dan hilangnya keanekaragaman hayati, serta polusi, khususnya polusi udara. Tanpa perlu terlalu rinci dikatakan, ketiga keprihatinan itu pun kita rasakan dalam kehidupan sehari-hari karena selama ini manusia, termasuk kita, belum sungguh peduli.
3. Perlunya kepedulian manusia itulah yang juga sangat ditekankan Paus Fransiskus dalam Ensiklik Laudato Si’ pada tahun 2015. Paus Fransiskus juga menyatakan bahwa “kita memerlukan pendekatan ekologis yang baru yang dapat mengubah cara kita tinggal di dunia, gaya hidup kita, relasi kita dengan sumber daya alam pada umumnya dan cara pandang kita terhadap kemanusiaan dan kehidupan” (Pesan Paus Fransiskus lewat video pada tanggal 24 Mei 2021). Mengenai hal-hal itu kita sudah banyak mendengarnya, bahkan mempelajarinya. 2 Pertanyaannya adalah apakah kita sudah sungguh mewujudkan kepedulian yang diperlukan agar bumi terjaga untuk kita manusia, untuk saudari-saudara kita yang lemah, miskin dan menderita, dan untuk generasi yang akan datang? Saudara-saudara terkasih,
4. Hari ini kita merayakan Hari Pentakosta, hari kedatangan Roh Kudus. Lewat Injilnya, Santo Yohanes menyampaikan perintah Yesus kepada kita untuk mengasihi-Nya. Yesus juga menyatakan bahwa Bapa akan memberikan Roh Kudus Penolong yang akan mengajarkan segala sesuatu kepada kita dan mengingatkan kita akan semua yang telah dikatakan Yesus kepada kita. Roh itu akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran, (bdk Yoh 16:13) yang tentunya adalah kebenaran kasih. Salah satu segi yang amat penting dari kebenaran kasih adalah bahwa kita mengasihi Allah dengan mengasihi sesama (bdk. Mt. 22: 37- 39) – dan bahwa apa yang kita lakukan bagi saudari-saudara kita yang paling hina, kita lakukan untuk Dia (bdk. Mt. 25: 40). Perintah itu sangat jelas menyiratkan perlunya kepedulian kita kepada sesama, khususnya yang menderita, sebagai wujud kasih kepada Allah.
5. Pada saat ini kita diajak merenung lebih jauh, apakah mungkin kita bisa peduli khususnya kepada saudari-saudara kita yang kurang beruntung dan umat manusia pada umumnya jika kita tidak peduli pada lingkungan hidup? Banyak orang lapar karena rusaknya tanah-tanah produktif. Banyak orang haus karena semakin kurangnya air bersih. Banyak orang sakit karena udara kotor.
6. Dasar kepedulian itu tentu bukan hanya penderitaan manusia dan kerusakan lingkungan. Menurut keyakinan kita, sesuai dengan ajaran Rasul Paulus, Roh Kudus yang kedatangan-Nya kita rayakan hari ini, sungguh menyatukan kita semua sebagai saudari dan saudara. Kita adalah anak-anak Allah Bapa, yang seharusnya saling memperhatikan dan saling menjaga. Kita semua adalah manusia yang diciptakan Allah dan tinggal di atas bumi sebagai rumah bersama. Santo Fransiskus dari Assisi pun telah mengajarkan kepada kita dalam doa Gita Sang Surya bahwa semua di atas bumi ini bersaudara : matahari ia sebut saudara, bulan ia sebut saudari Saudari-saudara terkasih,
7. Kita perlu mengakui dengan jujur dan tulus bahwa kita belum sungguh peduli. Karena itu kita perlu terus berusaha untuk melakukan pertobatan ekologis yang 3 lebih mendalam. Salah satu hal penting yang diingatkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik Laudato Si’ adalah bahwa kepedulian pada lingkungan hidup bukanlah sekadar tempelan atau tambahan dalam penghayatan iman kita. Kita memang masih sering terpaku pada dua ranah cinta kasih, yaitu cinta kepada Allah dan kepada manusia, sehingga kurang memperhatikan cinta kepada segenap ciptaan. Paus Fransiskus mengingatkan kita bahwa kepedulian atau cinta pada lingkungan hidup adalah juga bagian inti iman kita. Itulah pula yang dinyatakan oleh Yesus ketika Ia mengutus murid-murid-Nya dengan berkata : “…beritakanlah Injil kepada segala makhluk …” (Mrk 16:15), bukan hanya kepada segala bangsa.
8. Dengan memiliki kepedulian pada lingkungan hidup sebagai bagian inti iman kita diharapkan bisa melihat segenap ciptaan Tuhan dengan segala keindahan dan keluhurannya sebagai pancaran wajah Allah Sang Pencipta, bukan sekadar alat atau sarana bagi kesejahteraan manusia. Cara berpikir bahwa alam ciptaan hanya sekadar sarana, dapat menjadi pembenaran dari watak serakah manusia yang akan berujung pada rusaknya keseimbangan ekosistem. Pada gilirannya kerusakan itu akan membuat manusia menderita.
9. Dengan mata iman itu pula kita bisa merenung sejenak tentang pandemi Covid19 yang kita harapkan segera berlalu. Kita telah belajar banyak dari pengalaman pandemi itu. Kita belajar untuk semakin solider dengan sesama, khususnya yang menderita di satu sisi, dan solider dengan alam di sisi lain. Selama kegiatan manusia melambat, alam beristirahat. Di situ pula alam menampakkan keindahannya. Semoga kita bisa mengolah pengalaman itu dengan lebih baik di masa depan dan memacu pertobatan ekologis kita.
10. Mengubah cara berpikir kita adalah salah satu bentuk upaya mewujudkan pertobatan ekologis kita. Jika kita sungguh mau terbuka, tentu Roh Kudus akan membimbing kita. Selain itu, upaya-upaya nyata perlu kita lakukan bersama, baik dalam lingkungan Gereja, di sekolah, maupun di tengah masyarakat kita. Kita bukan hanya menyuarakan keprihatinan kita agar orang lain bertindak, melainkan juga perlu melakukan sesuatu yang nyata.
11. Di tengah masyarakat, mari kita mendukung gerakan-gerakan yang sudah ada, atau memulai inisiatif yang baru jika belum ada. Gerakan untuk membuat ecoenzyme atau gerakan untuk mengurangi sampah keluarga adalah beberapa contoh yang sudah ada. Dalam gerakan itu pun, bukan hanya lingkungan hidup yang 4 mendapatkan manfaat, melainkan juga persaudaraan sebagai sesama warga masyarakat.
12. Akhirnya, tidak lupa kita ucapkan terimakasih kepada pribadi-pribadi, keluarga dan komunitas yang telah ikut ambil bagian aktif menumbuhkan kepedulian ini pada masyarakat. Terimakasih kepada lembaga-lembaga pendidikan yang telah menanamkan nilai-nilai itu pada para siswa. Terima kasih pula atas berbagai peran para Ibu/Bapak/Suster/ Bruder/ Imam dan Frater, kaum muda, remaja serta anak-anak dalam kehidupan Gereja Keuskupan Agung Jakarta yang kita cintai bersama, terutama dalam menjaga bumi sebagai rumah bersama. Mari kita kasihi Allah dengan mengasihi sesama. Dan mari kita mengasihi sesama dengan mengasihi bumi seisinya. Berkat Tuhan selalu menyertai kita semua, keluarga-keluarga dan komunitas kita. Semoga Roh Kudus selalu membimbing kita, Bunda Maria dan Bapa Yosef selalu mendoakan kita.
+ Kardinal Ignatius Suharyo,
Uskup Keuskupan Agung Jakarta