Renungan Minggu Biasa III: “Anggota Tubuh Mistik Kristus; Bertindak Seperti Yesus: Membuat Hidup Lebih Hidup”

[Neh 8:3-5a.6-7.9-11; 1 Kor12:12-30; Luk 1:1-4; 4:14-21]

Jagat maya Indonesia sedang dihebohkan dengan berita seorang pemuda yang menjual foto-foto selfie-nya lima tahun terakhir, sejak 2017 yang lalu (ketika berumur 18 tahun) hingga 2021 di NFT (Non-fungible Token) yang diunggahnya dalam platform OpenSea. Ghozali, dalam akunnya Ghozali Everday, meraup miliaran bahkan triliunan rupiah berpose di depan komputernya setiap hari dengan ekspresi wajah yang berbeda-beda dengan nilai 0,001 ETH (3,25) dolar (setara dengan Rp45,8 ribu). Bahkan salah satu foto selfie Ghozali dihargai dengan harga terendah yaitu 0,13 Ethereum atau sekitar Rp 6 juta hingga 0,7 Ethereum atau sekitar Rp 31 juta. Pantauan Tekno Liputan6.com, Kamis (13/1/2021), sekitar pukul 06.00 WIB, volume trade Ghozali Everyday sudah bernilai 277 Ethereum atau sekitar Rp 13,3 miliar. Dengan menampilkan foto selfie dirinya, sang pemuda yang sedang viral di social media itu mengunggah ekspresi wajahnya setiap hari. Perubahan wajah yang ‘diabadikan’ itu nampak jelas. 

Akan tetapi, bisa kita bayangkan jika wajah yang ditampilkan setiap hari itu dilepaskan dari tubuh, akan jadi seperti apa? Hal yang pasti bahwa wajah penuh keluguan, kepolosan, tanpa eskpresi, bahkan mungkin wajah yang kencang, ganteng/cantik, menarik dan memesona itu dilepaskan dari tubuh maka wajah itu tidak ada artinya lagi. Sebab, wajah adalah bagi dari tubuh; wajah adalah anggota tubuh.

Hari ini Rasul Paulus dalam suratnya kepada umat di Korintus, sebagaimana kita dengar dalam bacaan kedua, berbicara mengenai anggota tubuh. Tubuh dengan banyak anggota dan dalam setiap anggota memiliki fungsinya masing-masing. Lebih dari itu Paulus menekankan bahwa anggota itu hanya bisa berfungsi kalau masih tetap bersatu dengan tubuh. Ibarat kita sebagai Gereja (umat beriman Kristiani) yang disebut dalam ajaran iman Kristiani bahwa Gereja adalah anggota Tubuh Mistik Kristus. Kristus sebagai Kepala dan kita adalah anggotaNya. 

Maka, bagi kita menjadi jelas bahwa lepas dari Yesus berarti kita tidak ada artinya. Sehebat apapun kita, bagaimana menarik dan mempesonanya kita, kalau tanpa Yesus maka kehebatan dan pesona atau daya tarik kita tidak ada artinya. Contohnya, Gereja dalam keluarga (ecclesiae domistica). Ketika bapa (seorang suami) jalan sendiri bisa dibayangkan bagaimana keluarga itu. Demikian juga, jika ibu (seorang isteri) jalan sendiri maka sudah bisa dibayangkan pula keluarga itu mau jadi apa. Bila anak dalam keluarga mau jalan sendiri maka juga bisa kita pastikan bahwa hidup keluarga itu menjadi terganggu. Nah, itu bagian dari misi Gereja yaitu persekutuan antar kita satu sama lain, mulai dari keluarga masing-masing.

Kita masing-masing sebagai anggota tubuh mistik Kristus dipanggil juga untuk ambil bagian dari misi Yesus Kristus (Kepala Tubuh Mistik Gereja) yang hari ini dikumandangkan sendiri oleh Yesus dalam bacaan Injil dengan mengutip apa yang disampaikan oleh Yesaya 61:1-2 bahwa, “Roh Tuhan ada pada-Ku, oleh sebab Ia telah mengurapi Aku, untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; dan Ia telah mengutus Aku untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan bagi orang-orang buta, untuk membebaskan orang-orang yang tertindas, untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.” 

Yesus yang diurapi Roh Kudus itu menyatakan dengan jelas visi dan misi yang diembanNya, yaitu untuk (1) menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin, papa, menderita, hina; (2) membebaskan orang-orang tawanan, yaitu mereka yang terbelenggu oleh dan menjadi budak dari dosa; (3) mencelikkan mata rohani mereka yang dibutakan oleh dunia dan iblis supaya mereka dapat melihat kebenaran kabar baik Allah (bdk. Yoh 9: 39); dan (4) memberitakan saat pembebasan dan penyelamatan dari kuasa iblis, dosa, ketakutan, dan rasa bersalah (bdk. Yoh 8: 36; Kis 26: 18).

Ringkasan dari visi dan misi Yesus itu adalah membawa pengharapan (Kerajaan Allah) bagi orang-orang kecil, lemah, miskin, tersisih, tak berdaya, terbelenggu, patah semangat, remuk hati, berdosa. Ia datang bagi semua orang yang membutuhkan pertolongan supaya dapat mengalami hidup dalam kelimpahan kasih Allah. Yesus menegaskan “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup, dan mempunyainya dalam segala kelimpahan” (Yoh 10: 10).

Ia datang tidak cuma berbicara tentang cinta, tetapi mencintai semua orang sampai mati. Ia tidak hanya berbicara tentang pengampunan, tetapi Ia mengampuni semua orang yang bersalah dan berdosa. Ia juga tidak hanya berbicara tentang belaskasih, tetapi secara nyata Ia berbelaskasih kepada semua orang. Ia datang membawa Tahun Rahmat Tuhan (Yobel) bagi semua orang di mana manusia mengalami perubahan: hati, jiwa, pikiran dan tindakannya. Orang yang menerima kabar baik, yang bebas dari kungkungan akan merasakan berkat dan kebahagiaan. Ia memperoleh pengertian baru akan arti hidup ini, yang membuatnya bersukacita. Orang yang hidup dalam sukacita akan memancarkan kasih Allah itu. Kasih Allah yang terpancar dari hati, pikiran, tindakan, dan perkataan akan mempengaruhi hidup dalam keluarga, gereja, dan masyarakat sehingga semuanya bersukacita.

Dengan demikian jelas bahwa Yesus, Sang Guru kita, tidak hanya tahu tentang visi-misi perutusanNya tetapi juga mewujudkan visi-misi itu dalam seluruh hidupNya. Hal ini sekaligus mengajarkan kepada kita untuk pertama, memiliki komitmen kuat untuk membangun Gereja sebagai tubuh mistik Kristus mulai dari keluarga kita masing-masing sebagai ecclesiae domistica. Kita mesti membangun keluarga dengan baik, maka masing-masing dalam hidup keluarga mesti memiliki sikap kerendahan hati untuk mendengarkan satu sama lain, tidak berjalan sendiri-sendiri berdasarkan keinginan sendiri, sabar, tidak menang sendiri, saling memahami, dll. Kalau tidak ada hal-hal ini dalam keluarga maka keluarga akan berantakan. Cita-cita untuk mendapatkan kebahagiaan bersama dalam keluarga pun tidak akan tercapai karena masing-masing berjalan atau hidup sendiri, sesuka hatinya dalam keluarga. Dalam bahasa Paulus sebagaimana kita dengarkan dalam bacaan kedua, orang yang hidupNya dijiwai oleh Roh Kudus akan melihat orang lain sebagai bagian dari diriNya karena mereka adalah satu tubuh dalam Kristus, sehingga yang terjadi selanjutnya adalah menjaga, menguatkan, menghormati dan menghargai satu sama lain, menjauhkan diri dari ujaran kebencian, hoax (kebohongan), dan lain-lain. 

Kedua, hendaknya kesadaran yang sama ada juga pada kita, seperti Yesus. Bahwa semenjak kita menyandang nama Kristen melalui pembabtisan, kita menerima Roh Tuhan yang bekerja secara luar biasa dalam diri kita. Apabila hidup kita dikobarkan oleh Roh Tuhan maka kita tidak perlu mengubah penampilan luar kita tetapi hati kita yang mesti diubah sehingga hal ini akan nampak dalam cara kita bersikap, bertutur, berperilaku berhadapan dengan orang-orang sekitar kita, dan ada kepeduliaan di sana.

Kalau hal itu kita hidupi maka [dalam hidup bersama] tidak ada lagi kebencian, iri hati, dengki, amarah, kemunafikan, fitnah, gossip,dan dusta. Tetapi, yang ada adalah kedamaian, kebahagiaan, sukacita, saling hormat-menghormati, saling menghargai dan menjunjung-tinggi. Kemanapun kita pergi atau dimanapun kita berada, kita tidak menjadi beban bagi orang lain melainkan menjadi pembawa rahmat bagi orang lain. Dengan demikian, cara hidup dan cara bertindak kita dimanapun dan kapanpun serta kehadiran dan sepak terjang kita membuat hidup lebih hidup; hidup menjadi semakin baik, menarik dan memikat. 

Mari kita lakukan itu. Ia adalah Allah setia senantiasa memberkati kita. AMIN*** [Rm. Jimmy Hendrik Rance Tnomat, OFM]

You may also like...

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *