Renungan Minggu Paskah VI: “Yesus Tidak Menjanjikan Hal-Hal Baik Saja Untuk Kita”
Renungan Minggu Paskah VI
Yesus Tidak Menjanjikan Hal-Hal Baik Saja Untuk Kita
Bacaan I: Kis. 15:1-2,22-29, Bacaan II: Why. 21:10-14.22-23, Bacaan Injil: Yoh. 14:23-29
Pengalaman waktu masih sekolah atau tinggal di asrama, ketika tamat adik-adik kelas meminta kenangan. Kenangan yang biasa diberi itu berupa pakaian (baju, celana, sepatu), buku, dan lain-lain. Namanya sebagai kenangan, maka barang-barang itu biasanya dijadikan sebagai tali pemersatu atau pengikat persahabatan dan persaudaraan agar senantiasa diingat atau dikenang dll. Atau dalam keluarga misalnya, ketika orangtua mau bepergian jauh untuk waktu yang cukup lama selalu meninggalkan pesan kepada anak-anak atau orang-orang di rumah untuk menjaga rumah, menjaga diri, tidak berantem, saling memperhatikan, sabar, dan lain sebagainya. Begitu juga dalam kaitannya dengan warisan. Orang tua berusaha membagi harta warisan dan pesan-pesan sebagai nasehat atau wejangan kepada anak-anaknya secara seimbang. Wejangan-wejangan itu biasanya adalah supaya anak-anak saling memperhatikan, tidak saling merepotkan, sabar, jujur, mengasihi dan lain-lain. Intinya adalah sebuah pesan yang kita sampaikan atau juga disampaikan kepada orang lain selalu bermuara pada hal-hal baik karena kerinduan dan harapan dari kita manusia adalah semua yang baik-baik saja.
Yesus, dalam bacaan Injil yang kita dengarkan pada hari ini dalam amanat perpisahanNya dengan para murid yang dikasihiNya memberikan nasehat atau wejangan. Ia memberikan tiga janjiNya kepada para murid termasuk kita semua yang percaya kepadanya. Janji pertama, IA akan datang dan tinggal bersama orang yang mengasihi dan mengikuti SabdaNya. Pesan/nasehat/wejanganNya jelas yaitu tentang kasih. Janji kedua, Yesus mengutus Penghibur yaitu Roh Kudus. Roh Kudus diutus Bapa atas nama Yesus. Tugas Roh Kudus atau Penghibur adalah mengajar segala sesuatu dalam nama Yesus dan mengingatkan SabdaNya kepada mereka yang percaya kepadaNya. Janji ketiga, damai. Yesus mengatakan bahwa Ia menitip damaiNya kepada manusia yang percaya kepadaNya dan damai yang Ia berikan tidak sama dengan yang dunia tawarkan kepada manusia. Damai titipan Tuhan patut diberikan kepada orang-orang lain. Berkaitan dengan ini, kita tentu ingat Sabda Yesus, “Berbahagialah mereka yang membawa damai karena mereka akan disebut anak-anak Allah” (bdk, Mat 5:9).
Menarik jika kita cermati secara saksama pesan Yesus dalam bacaan Injil; IA tidak menjanjikan kepada kita bahwa hidup yang akan dijalani oleh para pengikutNya (kita yang mengimaniNya) akan baik-baik saja. Persoalan dan kesulitan sudah tentu akan dijumpai dalam hidup bahkan sebagaimana kita ketahui dalam kisah perjalanan para murid perdana mereka harus mengorbankan diri mereka karena iman dan pewartaan mereka mengenai Yesus. Jelas bahwa tantangan dan aneka persoalan tidak bisa dihindari. Itulah seni dan dinamika hidup yang harus dihadapi dan dijalani. Tetapi Yesus menjanjikan bahwa damaiNya selalu ada bersama kita. Apapun keadaan kita, seberat apapun persoalan kita, Yesus selalu tinggal bersama kita selama kita mau membuka hati bagiNya. Dia menyanggupkan kita berjalan ke depan, walau hari-hari hidup kita penuh tantangan dan kesulitan. Sebab damai sejahtera yang sejati hanya dapat kita temukan bila bersama Yesus.
Banyak orang mudah gelisah dan takut menghadapi persoalan hidupnya. Siapa pun pasti pernah mengalami persoalan atau masalah dalam hidupnya, tapi hanya sedikit orang yang mampu bertahan dengan situasi tersebut. Tidak sedikit pula yang melarikan diri ke perbuatan lain yang justru semakin membahayakan hidup mereka. Ada yang kabur dari rumah, ada yang lari ke hiburan tidak sehat, jatuh pada masalah narkoba, judi, dan kadang terjadi bahwa orang gampang berlaku kasar terhadap yang lain, cepat emosi, lepas control, salahkan orang lain, bahkan salah Tuhan dan tidak lagi percaya pada campur tangan Tuhan dalam kehidupan ini, dan lain sebagainya.
Ketika ditanya kenapa sampai melakukan hal seperti ini? Tidak sedikit orang yang mengalami hal ini mengatakan bahwa saya tidak sanggup lagi menghadapi semuanya. Atau kalau itu terjadi dalam keluarga, misalnya antara suami dan isteri. Dengan mudah suami/isteri mengatakan saya lakukan itu (keluar dari rumah untuk beberapa hari misalnya) karena cinta kepada keluarga dan tidak mau keluarga hancur dan lain-lain. Akan tetapi, suami/isteri dengan melakukan hal semacam ini tidak tepat. Suami/isteri tidak mungkin mengatakan saya mencintai suami/isteri/keluarga sementara pada waktu yang sama dia tidak sanggup untuk menghadapi persoalan/tidak bersama keluarga mencari solus; malah berlaku kasar terhadap suami/isteri/anak, salahkan suami/isteri/anak, tidak menurut kehendak suami/isteri/anak, marah-marah, lepas kontrol, dan lain-lain. Perilaku ini menurut saya tidak samasekali menunjukkan bahwa ia mencintai suami/isteri/anak/keluarganya. Hal seperti inilah yang mau dinasehatkan oleh Yesus kepada kita sekalian.
Oleh karena itu, firman Tuhan hari ini sekaligus mengajar kita untuk menjadi pribadi yang rendah hati, sabar, setia, dan percaya sungguh kepadaNya. JanjiNya kepada kita terlaksana bila kita mencari dan datang kepadaNya. Di dalam Yesus ada ketenangan hati dan damai sejahtera. Selalu ada damai bagi kita para kekasihNya.
IA menjanjikan kepada kita bahwa Ia akan memberikan Roh Kudus sebagai Penolong/Penghibur (bdk, Yoh, 14:26) ialah Paraklaetos, [dalam bahasa Yunani, arti harfiahnya ialah dia yang dipanggil untuk mendampingi, untuk menolong, untuk menjadi pembela di hadapan dunia]. Penolong ini kekuatan yang makin hadir di tengah-tengah kita. Apapun keadaan kita, seberat apapun persoalan kita, Yesus selalu tinggal bersama kita selama kita mau membuka hati bagiNya. Dia menyanggupkan kita berjalan ke depan, walau hari-hari hidup kita penuh tantangan dan kesulitan. Sebab damai sejahtera yang sejati hanya dapat kita temukan bila bersama Yesus. Oleh karena itu, jangan gelisah dan gentar! (bdk, Yoh, 14:27). AMIN* [Rm. Jimmy Hendrik Rance Tnomat, OFM]