Kabar Indah… (Sebuah Cerita Pendek)
Kabar Indah… (cerpen)
Aku, baru saja sampai tempat parkir motor. Mesin masih hidup dan aku belum turun dari motor. Tiba tiba terdengar suara teriakan menyebut namaku.
“PAK AJIII…. ADA KABAR INDAH!!” Teriak Pak Herman satpam kantorku. Pak Herman ini baru pertama kali di Jakarta dan baru dua hari tiba dari Medan langsung kerja di kantor ku.
“Iya Pak kabar indah Pak.” Timpal Pak Dodi, temannya. Ia lebih kalem dan tenang dari Pak Herman. Pak Dodi orang betawi yang sudah tiga tahun menjaga kantorku. Aku yang semula terkejut menjadi tenang karena sahutan Pak Dody. Kesimpulanku teriakan Pak Herman bukan teriakan amarah, tapi teriakan gembira meski aku belum tau mereka gembira karena apa dan apa hubungan antara aku dengan Indah?
Setelah turun dan memarkir motor, tapi masih belum melepas helm, Pak Herman sudah didepanku sambil tersenyum gembira
“Pak Aji, ada kabar indah. ” Kata Pak Herman tersenyum. Lebar sekali senyumnya, tapi bukan tertawa.
Indah?? Tanyaku dalam hati kebingungan. Apa yang indah, atau Indah siapa?
“Indah siapa Pak? Anak mana? “
“Hehehe… Bukan indah nama orang Pak Aji.”
“Trus Indah apa?”
“Hehehe maksudnya kabar baik Pak.”
“Oooo kabar baik. Kabar baik kok jadi indah? Kabar baik apa?
“Pak Aji, saya mau beli HP yang bapak tawarkan.”
“Iya Pak, kemarin kan Pak Aji bilang ada temannya mau jual HP. Pak Herman mau tuh.” Sela Pak Dodi.
“Ooh HPnya Cici Cantik to. Memang Pak Herman berminat?”
“Iya Pak Aji, mau. Xiaomi 9C kan?”
“Iya.”
“Harganya berapa Pak?”
“Seingat saya satu koma tiga juta. Masih ada garansi 4 bulan.”
“Mau Pak… Saya mau beli Pak. Buat urusan kerja soalnya.”
“Ooh baik, nanti saya sampaikan ke Cici Cantik Nanti sore ya.”
“Siap Pak. Terima kasih Pak Aji.”
……
Aku ingat Pak Herman kemarin juga gembira karena aku kasih kue cucur goreng. Ibu Boss yang memberikan. Mungkin karena berlebih, kue itu diberikannya padaku dan kepada Cici Cantik. Aku, seperti biasa, menerima dengan senang hati dan kumakan pas jam istirahat. Sementara Cici Cantik tidak mau memakannya dan malah memberikan padaku.
Entah kenapa aku tersinggung dengan sikap Cici Cantik yang didepan Ibu Boss mengucapkan terima kasih tetapi malah memberikan padaku. Alasannya karena dokter menyarankan untuk tidak boleh makan makanan yang berbahan pembuat roti.
Aku diam saja dan aku terima kue cucur itu lalu kuberikan kepada Pak Herman yang kebetulan bertugas, sudah.
Sore ini, Pak Herman menjumpaiku dan Cici Cantik. Ia menyampaikan maksudnya untuk membeli HP Cici Cantik karena membutuhkan untuk pekerjaan. Ia pinjam uang dari kantornya, dan kantor berbaik hati meminjamkan uang agar Pak Herman bisa membeli HP. “Potong gaji bulanan Pak” Terang Pak Herman.
Aku melihat transaksi jual beli itu, semua gembira. Cici Cantik gembira karena HPnya laku dan Pak Herman gembira mendapatkan HP meski bekas tetapi bergaransi dan masih tampak sangat baru. Maklum milik wanita, biasanya terawat baik. Aku gembira karena bisa membantu keduanya.
Aku teringat peristiwa kue cucur sebelumnya, seandainya Cici Cantik sendiri yang memberikan kue cucur itu langsung ke Pak Herman, tentu Cici Cantik yang akan mendapat anugerah itu, melihat wajah Pak Herman yang gembira, wajah penuh sukacita. Pak Herman yang baru beberapa hari di Jakarta, mendapat kawan yang mau menerima dirinya. Ia tidak merasa kesepian dan sendirian di tempat yang baru.
Tetapi sayang sekali, berkatnya diberikan kepadaku. Berkat itu adalah melihat wajah Pak Herman yang penuh sukacita. Hatiku tersentuh melihat senyum gembira Pak Herman.
Peristiwa beberapa hari ini membuatku merenung, senyum gembira Pak Herman dan Cici Cantik adalah hadiah natal yang Tuhan kirimkan untukku. Terima kasih Tuhan Yesus, hadiah natal tahun ini, Istimewa. Selamat Natal Pak Herman, Selamat Natal Cici Cantik. *** (tyas)